Jumat, 30 Oktober 2009

Tanaman Hias Menyegarkan Pikiran

Pasangan Graito Usodo dan Hedy Sunoko di depan rumah kebun di Manglid, Sukabumi, yang dikelilingi tanaman hias.

Rumah kebun pasangan Graito Usodo dan Hedy Yvonne Sunoko di Manglid, Cidahu, Sukabumi, dikelilingi aneka pohon berbunga. Magnolia, cochlospermum atau butter cup tree, gardenia kuning, dan lain-lain, memenuhi halaman. Melangkah menuruni jalan setapak, memandang berkeliling, tampak hamparan sawah. Suara aliran air terdengar jelas, juga dari ruang makan, ataupun teras. Pada sisi lain rumah, Graito dan Hedy sengaja tidak mengusik kerimbunan pepohonan. Ia menyisakan lahan itu sebagai hutan mini.

Di rumah itu pasangan Hedy dan Graito menghabiskan sebagian waktunya, terutama pada akhir pekan. Benar kata Graito, mantan Kapuspen TNI, kawasan itu tenang dan damai. Keruwetan hidup perkotaan akan meleleh begitu menginjakkan kaki di rumah yang sejuk itu. Aneka tanaman, perdu, tanaman rambat, hingga tanaman pohon, menjadi pemandangan utama yang menghampar, sejauh mata memandang dari seluruh ruangan di dalam rumah.

Graito dan Hedy sama-sama menyukai tanaman. Dalam perjalanan dinas, Graito bahkan sering menyisakan waktu untuk "berburu" tanaman. Pasangan itu mendiskusikan tanaman apa yang ditanam sebagai penghias rumah. Jadi, sebagian tanaman hias hasil perburuan yang tidak ditanam sebagai penghias halaman, mereka tempatkan di rumah-rumah kaca di rumah kebun itu.

Niken Puruhita, yang menjalankan usaha pengelola acara (event organizer), juga menganggap penting tanaman sebagai penghias rumah. Pemahaman rumah, baginya, harus mencakup penataan ruang dalam yang mampu memberikan kenyamanan dan pemilihan tanaman yang cocok untuk mempercantik rumahnya, baik sebagai hiasan di dalam rumah maupun di luar rumah.

Tanaman, bagi Niken, pun bukan sekadar hiasan. Tanaman hias harus memenuhi fungsi sebagai "peneduh", setelah penghuni rumah sehari penuh didera kesibukan bekerja. Apalagi jika harus menempuh perjalanan panjang menuju dan pulang dari tempat bekerja. "Seger rasanya kalau melihat banyak daun. Tetapi karena tak punya banyak waktu mengurus, saya memilih tanaman yang tidak repot diurus," katanya, dalam percakapan Kamis (12/6) lalu.

Di rumahnya di Perumahan Barata Ciledug, Tangerang, aglaonema Donna Carmen memenuhi teras rumahnya. Donna Carmen menjadi pilihannya, karena relatif lebih mudah mengurusnya dibandingkan aglaonema yang lain. Selain Donna Carmen, ia juga memiliki aglaonema Lady Valentine.

Walau menganggap penting keberadaan tanaman sebagai penghias rumah, Niken bukan tipe orang yang rajin berburu. Ia bukan tipe kolektor, karena kesibukan bekerja tak memungkinkannya melakukannya. Tanaman hias di rumahnya ia peroleh dari penjual tanaman langganan. Ia mengaku merawat sekadarnya. "Begitu berkembang biak, saya memisahkannya. Lama kelamaan, tetangga juga kebagian," katanya.
Nilai

"Kolektor, hobbyist, dalam mengoleksi tanaman lebih didorong pertimbangan bahwa tanaman yang ia koleksi itu punya nilai dan tidak terlalu sulit dibudidayakan," kata Kurniawan Junaedhie, pencinta tanaman di Serpong, Tangerang, dalam percakapan Rabu (11/6) siang. Tidak mungkin seseorang mengoleksi tanaman yang dianggapnya tidak punya nilai jual. Demikian pula jika tanaman mudah berkembang biak, misalnya melalui bijinya yang melenting. Sebaliknya dengan tanaman hias encephalartos, yang dikenal sangat mahal karena sebagian di antaranya masih harus diimpor. Memerlukan waktu tiga tahun bijinya berkecambah. "Nah, terlalu sulit mendapatkan, merawat, dan mengembangbiakkan pun, menyebabkan tidak banyak yang meliriknya," katanya.

Di Indonesia, Kurniawan, yang juga berprofesi sebagai wartawan, masih ada satu pertimbangan lagi. Semakin langka suatu tanaman hias, semakin jarang orang memiliki, semakin menimbulkan kebanggaan tersendiri. Itu pula sebabnya banyak kolektor bertahan memilih anthurium, aglaonema, philodendron, sansevieria, bromelia, yang banyak beredar di pasaran saat ini. Budi daya tidak terlalu sulit, tetapi perawatan juga tidak terlalu mudah, dan harga di pasaran terus terjaga. Memang, kenyataan anthurium sedang turun di pasaran, tetapi pasar aglaonema mantap.

Kurniawan sendiri mengaku tetap merawat koleksinya, anthurium Jenmanii dan Gelombang Cinta sebaik-baiknya walaupun harga anthurium sedang anjlok, bahkan jatuh pamor. Ia, yang juga dikenal sebagai pengusaha tanaman hias di bawah bendera Toekang Keboen, memang mengawali usahanya dari kecintaan terhadap tanaman. "Harus tahu kapan menempatkan diri sebagai pedagang, dan kapan sebagai hobbyist. Kalau koleksi tak terjual, ya no problem," katanya, dalam langit-langit.com.

Mengoleksi tanaman, memang kemudian terpulang pada tujuan. Kurniawan membedakan jenis itu menjadi kolektor sejati, hobbyist, dan user atau pelaku. Sebagai pedagang, pada saat-saat memasuki masa sepi pasar seperti kali ini, ia tetap bisa santai menghadapinya. Ia mengaku acap menghabiskan waktu bersama teman-temannya, ngobrol sambil minum kopi di depan deretan koleksi anthuriumnya.

Sedikit berbeda dengan Graito-Hedy dan Niken. Tanaman hias bagi mereka adalah unsur yang tidak terpisahkan dari sebuah rumah. Bukan hanya mempercantik penampilan, tanaman hias mampu menyegarkan pikiran setelah bekerja seharian. [SP/Sotyati]


SUARA PEMBARUAN 15 JUNI 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar